Jumat, 22 April 2011

Dari Kartini, Wanita Bisa Berperan Meredam Konflik Agama

Bila berbicara semangat emansipasi dan kesetaraan gender maka yang ada dalam benak kita adalah sosok Kartini.

Wanita bernama lengkap Raden Ajeng Kartini yang lahir pada 21 April 1879 di kota Jepara, Jawa Tengah ini memiliki tempat tersendiri di mata masyarakat Indonesia. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.

Perayaan Hari Kartini kerap dijadikan momentum untuk menumbuhkan kesadaran bagi kaum perempuan untuk maju. Di sisi lain, kaum pria lebih menghargai dan memberi kesempatan kepada perempuan untuk menunjukkan kemampuannya. Namun, apakah sosok Kartini hanya membawa semangat emansipasi dan kesetaraan gender saja?

Berikut pendapat Ketua Komnas Perempuan, Yunianti Huzaifah dalam perbincangan dengan okezone, Kamis (20/4/2011).

Bagaimana sosok Kartini menurut Anda?

Beberapa hal yang perlu ditangkap dari sosok Kartini yaitu Pertama, semangat Kartini untuk menentang kemiskinan dan kelompok-kelompok yang tertindas, seperti kita ketahui perempuan saat ini masih banyak yang mengalami kemiskinan secara ekonomi, dan itu cukup tinggi angkanya, kelompok-kelompok marginal juga demikian, kekerasan juga tinggi.

Bagaimana permasalahan perempuan saat ini berdasarkan data Komnas Perempuan?

Berdasarkan Catatan tahunan kekerasan terhadap perempuan (Catahu KtP) yang dikeluarkan Komnas Perempuan Tahun 2010. Setidaknya ada 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh 384 lembaga pengada layanan sepanjang pada tahun 2010. Jumlah terbanyak adalah kasus di ranah personal, yaitu sebanyak lebih dari 96 persen kasus yang ditangani atau 101.128 kasus.

Di ranah publik, Komnas Perempuan mencatat 3.530 kasus. Sisanya, yaitu sebanyak 445 kasus terjadi di ranah negara. Total jumlah yang ditangani tahun 2010 memang lebih sedikit dibandingkan data tahun lalu, yaitu sebanyak 143.586 kasus.

Dari data yang berhasil dihimpun, di ranah personal, kasus kekerasan terhadap istri masih yang paling banyak, yaitu lebih 97 persen atau sebanyak 98.577 kasus dari 101.128 kasus. Selebihnya, terdapat 1.299 kasus kekerasan dalam pacaran dan 600 kasus kekerasan terhadap anak perempuan.

Di ranah publik, hampir setengah atau sebanyak 1.751 dari 3.530 kasus adalah kekerasan seksual, antara lain dalam tindak perkosaan, percobaan perkosaan, pencabulan, dan pelecehan seksual.

Semangat apalagi yang dibawa oleh sosok Kartini selain emansipasi wanita?

Semangat Kartini kedua, yaitu mencoba membangun perdamaian. Walaupun ketika itu dia dijajah dan dan dalam kondisi perang, tetapi Kartini tetap menjalin hubungan dengan kelompok-kelompok feminis dari negeri yang menjajah bangsanya, dia tetap aktif berkampanye, aktif menulis, dan membicarakan kondisi pribumi.

Kartini juga mengajarkan budaya menulis. Bila dikontekskan sekarang perjuangan gerakan perempuan ini harus merentas perdamaian. Di mana di Indonesia saat ini kekerasan antar kelompok dan agama sering meruncing, gerakan perempuan diharapkan dapat berperan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.

Ketiga, semangat Kartini yang bisa diambil adalah bagaimana Kartini mencontohkan bahwa dengan perkawinan tidak mengganggu aktivias perjuangannya. Ketika itu Kartini muda melakukan negosiasi dengan calon suami sebelum menikah, di mana ia mendapat beasiswa tetapi memilih menikah asal setelah menikah tetap boleh mendirikan sekolah dan melanjutkan pendidikannya. Dan akhirnya Kartini bisa tetap melanjutkan pendidikannya setelah menikah.

Ini menunjukkan bahwa institusi perkawinan tidak menghalangi perempuan untuk melakukan aktivitasnya. Karena saat ini banyak perempuan yang beranggapan bahwa setelah perkawinan banyak yang tidak bisa beraktivitas lagi.

Keempat, Kartini membumikan agama. Ketika itu, kepada guru agamanya Kartini mengatakan ingin minta mas kawin dalam pernikahannya adalah terjemah surat Al Fatihah. Dari permintaan ini, Kartini berusaha mengajarkan bahwa agama bukan hanya hapalan tetapi makna dasar agama juga harus dihayati. Menurut Kartini agama bukan saja sebuah ritual namun lebih dari itu justru kita harus memahami pesan-pesan mendasar apa yang disampaikan Tuhan kepada umatnya.

Pesan Kartini terakhir, dia meninggal saat melahirkan karena ketika itu pelayanan kesehatan masih sangat kurang. Menurut saya, wanita sehebat apapun kalau tidak dibuat layanan kesehatan yang bagus akan mematikan ibu bangsa. Padahal indiator berhasilnya suatu bangsa dilihat dari tingkat penyelamatan kepada wanita khususnya saat proses persalinan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar